Sabtu, 03 Oktober 2009


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (diatas 60 tahun) di Indonesia terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 nanti diperkirakan menyamai jumlah Balita (usia bawah lima tahun) yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Peningkatan itu seiring meningkatnya umur harapan hidup (UHH) yaitu 67 tahun untuk perempuan dan 63 tahun untuk laki-laki. Hal ini mencerminkan salah satu hasil dalam upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Tetapi di sisi lain merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lanjut usia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat (Depkes, 2004).
Dari jumlah itu sekitar 15% diantaranya mengalami dementia atau pikun, disamping penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit kanker, jantung, reumatik, osteoporosis, katarak dan lain-lain. Dementia atau pikun adalah salah satu penyakit yang ditandai gangguan daya pikir dan daya ingat yang bersifat progresif disertai gangguan bahasa, perubahan kepribadian dan perilaku.
Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih minim pengetahuannya tentang penyakit ini. Mereka masih menganggap penyakit ini adalah penyakit yang pasti diderita oleh sebagian besar manusia ketika mereka menginjak usia senja. Sebenarnya, yang perlu mereka ketahui, penyakit ini bisa dicegah sejak dini dan tidak datang pada masa muda dan pada usia produktif.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membuat karya tulis dengan tema ‘dementia’ ini, semoga para pembaca dapat mengetahui seluk beluk tentang penyakit ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah :
a. Mengetahui dan menjelaskan definisi dari dementia
b. Mengetahui dan menjelaskan etiologi dari dementia
c. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi dan jenis dari dementia
d. Mengetahui dan menjelaskan patologi dari dementia
e. Mengetahui dan menjelaskan gambaran klinis dari dementia
f. Mengetahui dan menjelaskan diagnosis dari dementia
g. Mengetahui dan menjelaskan diagnosis banding dari dementia
h. Mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan dari dementia
i. Mengetahui dan menjelaskan pencegahan dari dementia

















BAB II
ISI

2.1 Definisi
Ada sejumlah definisi tentang dementia, tetapi semuanya harus mengandung tiga hal pokok, yaitu:
a. Gangguan Kognitif
b. Gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukan sekedar penjelasan defisit neuropsikologik
c. Penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium, yang merupakan gambaran yang menonjol
Definisi lain dari dementia adalah sebagai suatu kehilangan kemampuan kognitif secara multidimensional dan terus menerus, termasuk gangguan daya ingat, demikian pula dengan satu atau lebih hal berikut, yaitu afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam perencanaan, pengaturan, dan kemampuan pemikiran yang abstrak.
Dementia dapat progresif, statik, atau dapat pula mengalami remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang mendasarinya,serta bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.
Dementia sering dikaitkan dengan kaum lanjut usia, penyakit ini berhubungan dengan fungsi otak dan penyakit ini berisiko tinggi diderita oleh oleh golongan muda dan anak-anak (yang notabene nya adalah kelompok usia produktif). Fenomena pikun pada usia muda dan produktif merupakan hal yang sangat menakutkan bagi kita semua. Proses ini berawal dari hal-hal kecil yang terlupakan dari jadwal harian yang berantakan, kondisi fisik yang menurun sampai akhirnya tidak sanggup lagi bekerja dan harus menghabiskan waktu dirumah.
2.2 Etiologi
Penyebab dementia meliputi sejumlah besar keadaan, beberapa bersifat reversibel, dan beberapa progresif, yang menyebabkan penyebaran yang luas dari kerusakan otak atau disfungsi. Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala dementia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace cit Rabins, 2006). Penyebab utama penyakit Dementia adalah penyakit Alzheimer, lima puluh sampai enam puluh persen penyebab dementia adalah penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat sinyal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Selain itu, disebabkan juga oleh penyakit vaskular dan kemudian faktor etiologi multipleks. Penyebab lainnya adalah penyakit Pick, Hidrosefalus Normotensif, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, trauma kepala, tumor otak, anoksia, infeksi, penyakit endokrin, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit imunologik, penyakit hepar, gangguan metabolik, dan sclerosis multipleks.
Pada anak-anak, dementia terjadi karena penyakit genetik yang salah satu gejala utamanya adalah kerusakan kognitif, contohnya sindrom down. Selain itu, kekurangan vitamin B12 dan hormon tiroid, dapat juga menyebabkan dementia.
2.3 Klasifikasi dan Jenis Dementia
2.3.1 Klasifikasi Dementia
Dementia dapat dibagi dalam dementia reversibel dan irreversibel. Pembagian dalam dementia senilis dan presenilis menyesatkan, karena demensia dikaitkan dengan usia. Batas usia lanjut dan kurang lanjut tersebut sangat samar. Di samping itu, sebutan senilis dan presenilis bersifat deskriptif, sehingga diagnosisnya mudah dibuat tanpa mempertimbangkan patofisiologinya.
2.3.2 Jenis Dementia
2.3.2.1 Dementia jenis alzheimer
a. Dengan awitan dini (usia 65 tahun)
b. Dengan awitan lambat (usia di atas 65 tahun)
c. Dengan delirium
d. Dengan waham
e. Dengan perasaan depresif
f. Tanpa penyulit
2.3.2.2 Dementia Vaskular (dahulu multi-infarct dementia)
a. Dengan delirium
b. Dengan waham
c. Dengan perasaan depresif
d. Tanpa penyulit
2.3.2.3 Dementia karena kondisi medik umum lainnya
a. Demensia karena infeksi
b. Demensia karena trauma kepala
c. Demensia karena penyakit parkinson
d. Demensia karena penyakit huntington
e. Demensia karena penyakit pick
f. Demensia karena penyakit creutzfeldt-jakob
2.3.2.4 Dementia karena penggunaan substansi tertentu dalam angka lama
2.3.2.5 Demensia karena etiologi multipleks
2.3.2.6 Demensia yang tidak terspesifikasi
2.4 Patologi
Pada dementia yang reversibel, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya terganggu oleh karena metabolisme oleh karena neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka metabolisme kortikal akan berjalan sempurna kembali. Dengan demikian fungsi luhur dalam keseluruhannya akan pulih kembali. Apabila sebab ini sudah menimbulkan kerusakan infrastruktur neuron-neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kembali, dan dementia akan menetap.
Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hemisferium, yang mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua daerah asosiatif menimbulkan dementia. Sebab-sebab yang disebutkan diatas sebagai penyebab subacute amnestic-confusional syndrome merupakan penyebab juga bagi dementia reversibel dan tak reversibel. Karena daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus, maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia juga dapat melengkapkan sindrom dementia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik masih dapat ditimbulkan. Pada umumnya, tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal. Tanda tersebut diungkapkan dengan jalan membangkitkan refleks-refleks.
2.5 Gambaran Klinis
Gambaran utama dementia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu diantara gangguan kognitif berikut ini, yaitu afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Definisi kognitif harus sedemikian rupa, sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya. Rincian gambran klinik dementia adalah sebagai berikut:
2.5.1 Gangguan Memori
Dalam bentuk ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan, atau dipelajari. Sebagian penderita dementia mengalami kedua jenis gangguan memori tersebut. Pada dementia tingkat lanjut, gangguan memori menjdai sedmikian berat sehingga penderita lupa akan identitasnya sendiri
2.5.2 Afasia
Dalam bentuk kesulitan menyebutkan nama orang atau benda. Penderita afasia berbicara samara-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tidak menentu. Bahasa lisan dan tulisan pun terganggu pada dementia tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar).
2.5.3 Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun gerakan motorik, fungsi sensorik, dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu atau melakukan gerakan yang telah dikenali
2.5.4 Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda meskipun fungsi sensoriknya utuh. Demikian pula, meskipun sensasi taktilnya utuh, penderita tidak mampu mengenali benda yang diletakkan diatas tangannya atau yang disentuhnya
2.5.5 Gangguan Fungsi Eksekutif
Gejala yang sering dijumpai pada dementia. Gangguan ini mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
2.6 Diagnosis
Untuk keperluan diagnosis, dalam DSM-IV telah tersedia kriteria diagnosis sebagai pedoman. Satu hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa diagnosis dementia tidak boleh ditegakkan apabila defisit kognitif muncul secara eksklusif pada saat terjadi delirium. Untuk itu, diperlukan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostik
2.7 Diagnosis Banding
2.7.1 Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada dementia. Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara dementia menununjukkan gejala yang relatif lebih stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah kepada dementia. Delirium dapat menutupi gejala dementia. Dalam keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau dementia, maka dianjurkan untuk memilih dementia sebagai diagnosis sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara cermat untuk menemukan gangguan yang sebenarnya
2.7.2 Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan fungsi eksekutif)
2.7.3 Retardasi Mental
Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata, yang diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18 tahun. Apabila dementia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis dementia dan retardasi mental dapt ditegakkan bersama jika kriterianya terpenuhi
2.7.4 Skizofrenia
Pada skizofrenia, mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia muncul pada usia lebih muda, di samping itu, dicirikan oleh gejala yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada dementia
2.7.5 Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Terkadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, seringkali sulit untuk menentukan apakah gejal kognitif merupakan gejala dementia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat perbedaan antara dementia dengan depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Sikap Umum
Terdapat 5 hambatan utama sehubungan dengan terapi dementia:
a. Kompleksitas biologi dan biokimia otak, antaraksi dan ketergantungan antar komponen belum diketahui secara jelas
b. Kesulitan dalam hal menemukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik
c. Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan perubahan metabolic yang ada
d. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan aspek farmakologik
e. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian
Untuk dementia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi dementia bukan sekedar pemberian obat-obatan, pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi dementia, dengan demikian pihak keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat. Satu hal yang perlu diketahui oleh keluarga penderita adalah obat tertentu mungkin efektif bagi saat-saat awal dementia, tetapi dengan perjalanan waktu maka sel-sel otak akan makin banyak yang rusak atau mati, situasi ini akan mengakibatkan obat-obat yang diminum tidak akan efektif lagi
Pada keadaan tertentu, gejala lain dan progresinya dapat diobati atau dihentikan namun kognisinya mungkin tidak dapat kembali normal. Hal demikian ini terjadi pada hidrosefalus, tumor otak, defisiensi vitamin B12 dan nutrisi lainnya, neurosifilis, infeksi lainnya, dan penyakit sistemik. Sebaliknya, dementia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob dan AIDS, yang penyebabnya sudah diketahui, belum ada obatnya
2.8.2 Pemeriksaan Klinis
Seyogyanya pemeriksaan penderita dementia tidak meninggalkan aturan baku tentang pemeriksaan klinis. Hal ini dimaksudkan agar diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dan benar, dengan demikian terapi dapat diberikan secara tepat. Setelah melakukan pemeriksaan rutin secara lengkap, maka akan ada beberapa hal spesifik yang berkaitan dengan dementia, hal ini memerlukan perhatian yang lebih khusus.
a. Pemeriksaan Memori
Secara formal, pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan minta penderita untuk mencatat, menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi. Kemampuan untuk mempelajari informasi baru dapat diperiksa dengan minta penderita untuk mempelajari suatu daftar kata-kata. Penderita diminta untuk mengulang kata-kata (registration), mengingat kembali informasi tadi setelah istirahat selama beberapa menit (retention, recall), dan mengenal kata-kata dari banyak daftar (recognition). Memori lama dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk mengingat bahan-bahan lama yang dulu pernah diminati.
b. Pemeriksaan Kemampuan Berbahasa
Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan, bagian dari tubuh, mengikuti perintah atau aba-aba, atau mengulang ungkapan.
c. Pemeriksaan Apraksia
Ketrampilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita untuk melakukan gerakan tertentu
d. Pemeriksaan Daya Abstraksi
Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh penderita untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alfabet, menulis huruf m dan n secara bergantian
e. Mini Mental State Examination
Pemeriksaan ini ditemukan oleh Folstein et al. pada tahun 1975 yang kemudian digunakan secara luas di klinik psikiatri maupun geriatric. MMSE meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua. MMSE tidak sensitif untuk awal dementia.
2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
Pemeriksaan laboratorium didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Yang perlu diperhatikan adalah cost-benefit serta cost-effectiveness, semuanya didsarkan pada kepentingan penderita. Pemeriksaan Radiologi dapat digunakan sebagai diagnosis pembanding. CT Scan atau MRI akan memperlihatkan atrofi otak, lesi otak fokal, hidrosefalus, atau iskemi periventrikular. Pemeriksaan fungsional, misalnya PET (Positron-Emission Tomography) tidak dikerjakan rutin, namun dapat meberikan informasi untuk diagnosis banding pada kasus yang tidak memperlihatkan adanya kelainan pada CT Scan maupun MRI
2.8.4 Obat Untuk Dementia
a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi dementia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang cukup memuaskan pada beberapa penderita, namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan, bahwa dementia Alzheimer tidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik. Dementia ini disebabkan juga oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradregenik ternyata bersifat kompleks, pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu system kardiovaskuler
b. Choline dan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada dementia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab hubungannya dengan memori mendorong para peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian precursor, choline dan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil cukup memuaskan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung negative, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120% dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58%.
c. Neuropeptida, Vasopresin, dan ACTH
Pemberian neuropeptida, vasopresin, dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantic yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic Agents
Dari golongan nootropic substances, ada dua jenis obat yang sering dipergunakan dalam terapi dementia, ialah nicerogoline dan co-dergocrine mesylate. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vascular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Dalam suatu penelitian multisenter, diperoleh suatu kesimpulan, bahwa antara nicergoline dan co-dercogrine mesylate, apabila diberikan kepada penderita dementia, akan mempunyai khasiat yang mirip, terutama terhadap perbaikan fungsi kognitifnya. Di sisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyrdine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskuler dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan dementia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial atau kondisi mikrovaskuler tanpa dampak hipotensif, dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
2.9 Pencegahan
Dementia perlu dikenali dan dipahami cara pencegahannya melalui pola hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup istirahat dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain agar pada saatnya nanti para usia lanjut tidak segera mengalami kepikunan dan masih dapat mandiri bahkan produktif. Selain itu, kemungkinan dementia dapat dicegah dengan menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak (Dwi Nurviyandari, 2007)

















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dementia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderitanya. Kondisi penderita demensia secara perlahan mengalami kemunduran yang tidak dapat dihindarkan. Memahami kondisi penderita dan merawat dengan sabar adalah peran penting keluarga yang salah satu anggotanya menderita demensia.
3.2 Saran
Dementia dapat dicegah dengan beberapa cara. Oleh karena itu, disarankan untuk menjalani pola hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup istirahat dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain agar pada saatnya nanti para usia lanjut tidak segera mengalami kepikunan dan masih dapat mandiri bahkan produktif. Selain itu, kemungkinan dementia dapat dicegah dengan menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak. Bagi manula, dianjurkan pula untuk saling membentuk kelompok, sebagai suatu wadah kegiatannya sebagai model kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas hidup usia lanjut.











DAFTAR PUSTAKA

Grayson, C. 2004. All About Alzheimer.
http://www.webmd.com/content/article/71/81413.htm

Harvey, R. J., Robinson, M. S. and Rossor, M. N. 2003. The Prevalence and Causes of Dementia In People Under The Age of 65 Years. Journal Neurosurg Psychiatry, 74: 1206-1209.

Lindsay, Kenneth W. 2004. Neurology and Neurosurgery Illustrated. London. Churchill Livingstone

Mace, N. L. and Rabins, P. V. 2006. The 36-hour Day: A Family Guide to Caring for People With Alzheimer Disease, Other Dementias, and Memory Loss In Later Life. 4th Ed. Baltimore, USA: The Johns Hopkins University Press

Nurviyandari, Dwi. 2007. Dementia Pada Usia Muda dan Usia Produktif. http://www.beritaiptek.com/berita-beritaiptek-2007-08-10-.html

Ropper, Allan H. 2005. Principles of Neurology. New York. Mc Graw Hill

Sampson, E. L., Warren, J. D., Rossor, M. N. 2004. Young Onset dementia. Postgraduate Medical Journal 80, 125-139

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=449&Itemid=2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar